Selasa, 01 Desember 2009
Jumat, 27 November 2009
MENDIKNAS: UJIAN NASIONAL TAHUN 2010 TETAP DILAKSANAKAN
Pemerintah akan tetap melaksanakan Ujian Nasional (UN) pada tahun 2010 yang akan digelar pada bulan Maret 2010 untuk UN utama dan bulan Mei 2010 untuk UN susulan.
Pernyataan itu dikemukakan Mendiknas Mohammad Nuh pada acara jumpa pers di Gedung Depdiknas, Jakarta, Kamis, (26/11) terkait keputusan Mahkamah Agung (MA) mengenai larangan pelaksanaan UN. ”Hingga hari ini Depdiknas belum menerima Keputusan Mahkamah Agung (MA) yang melarang pelaksanaan UN, kecuali keputusan MA itu memutuskan tidak boleh melaksanakan UN sekarang,” katanya. Apalagi, katanya, pemerintah, dalam hal ini Depdiknas, memiliki hak untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK) yang diatur oleh hukum yang berlaku di Indonesia.
Hadir dalam acara itu antara lain Dirjen Dikti Fasli Jalal, Dirjen Mandikdasmen Suyanto, Dirjen PMPTK Baedhowi, Kabalitbang Depdiknas Mansyur Ramli dan Staf Ahli Bidang Hukum Depdiknas, Wukir Ragil.
Menurut Nuh, Depdiknas sudah mempersiapkan diri kalau Keputusan MA itu sama dengan keputusan PN Jakarta Pusat pada 3 Mei 2007 lalu, namun saat ini Depdiknas belum menerima hasil Keputusan MA. Ia menegkaskan, setelah keputusan MA itu diterima, pihaknya akan langsung mempelajari keputusan itu. “Apabila keputusan MA itu menguatkan hasil keputusan PN Jakpus, maka Depdiknas akan melakukan PK,” katanya. Nuh menambahkan, putusan PN Jakarta Pusat pada tanggal 3 Mei 2007 itu dalam eksepsinya menolak eksepsi para tergugat (Pemerintah Indonesia dan Depdiknas), dan dalam keputusan provisi, menolak provisi penggugat, sedangkan dalam pokok perkaranya mengabulkan gugatan subsidair para penggugat/tokoh masyarakat.
Dalam pokok perkara, PN Jakpus menyatakan bahwa tergugat (Pemerintah Indonesia, Depdiknas dan Badan Standar Pendidikan Nasional) dianggap ”Telah lalai dalam memberikan pemenuhan dan perlindungan Hak Asasi Manusia terhadap warga negaranya yang menjadi korban (UN), khususnya pada hak atas pendidikan dan hak anak-anak”.
Menurut M. Nuh, putusan PN Jakpus menyatakan bahwa pemerintah dianggap lalai. “Ok, kalau memang keputusan itu, kami menghormati dan menghargainya,” katanya. Dijelaskan, dari enam point putusan yang dikeluarkan PN Jakarta Pusat, Depdiknas kemudian mengajukan kasasi ke MA, dengan demikian, sangatmungkin keputusan MA itu adalah menolak kasasi Depdiknas atau dalam arti lain, keputusan MA itu memperkuat hasil putusan PN Jakpus.
Mendiknas menjelaskan, dalam point 3 putusan PN Jakpus, tertulis: “Memerintahkan kepada para tergugat untuk meningkatkan kualitas guru (proses), kelengkapan sarana dan prasarana sekolah, akses informasi yang lengkap di seluruh daerah di Indonesia (internet), sebelum mengeluarkan kebijakan pelaksanaan Ujian Nasional lebih lanjut.”
Kemudian point 4 berbunyi: “Memerintahkan para tergugat mengambil langkah-langkah konkrit untuk mengatasi gangguan psikologi dan mental peserta didik dalam usia anak akibat penyelenggaraan UN.” Selanjutnya point 5 putusan PN Jakpus itu berbunyi: “Memerintahkan para tergugat untuk meninjau kembali Sistem Pendidikan Nasional.”
Lalu point 6 berbunyi: “Menghukum para tergugat membayar biaya perkara yang hingga kini berjumlah Rp 374.000.” Menurut Mendiknas M. Nuh, dari enam point putusan PN Jakpus itu, tidak ada pernyataan atau kalimat “melarang pelaksanaan UN”. ”Dalam putusan PN Jakpus itu tidak ada larangan untuk melaksanakan UN,” kata Mendiknas. Mendiknas juga menyatakan, pada point 3 ada perintah PN Jakpus agar pemerintah sebelum mengeluarkan kebijakan pelaksanaan UN lebih lanjut meningkatkan kualitas guru. “Depdiknas telah melakukannya dengan meningkatkan kualitas guru, misalnya melalui sertifikasi guru,” kata M. Nuh.
Posted by Dio Cesar Alfananda at 04.39 0 comments
Rabu, 25 November 2009
Mahkamah Agung Larang Ujian Nasional
Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi gugatan Ujian Nasional (UN) yang diajukan pemerintah. Dengan putusan ini, UN dinilai cacat hukum dan pemerintah dilarang menyelenggarakannya.
Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi gugatan Ujian Nasional (UN) yang diajukan pemerintah. Dengan putusan ini, UN dinilai cacat hukum dan pemerintah dilarang menyelenggarakannya.
Berdasarkan informasi perkara di situs resmi MA, perkara gugatan warga negara (citizen lawsuit) yang diajukan Kristiono dkk tersebut diputus pada 14 September 2009 lalu oleh majelis hakim yang terdiri atas Mansur Kartayasa, Imam Harjadi, dan Abbas Said.
Putusan perkara dengan Nomor Register 2596 K/PDT/2008 itu sekaligus menguatkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada 6 Desember 2007 yang juga menolak permohonan pemerintah.
Dalam putusannya, para tergugat, yakni Presiden, Wakil Presiden, Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas), dan Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), dinyatakan lalai memberikan pemenuhan hak asasi manusia (HAM) terhadap warga negara, khususnya hak atas pendidikan dan hak anak yang menjadi korban UN.
Pemerintah juga dinilai lalai meningkatkan kualitas guru, terutama sarana dan prasarana sekolah, akses informasi yang lengkap di seluruh daerah sebelum melaksanakan kebijakan UN.
Pemerintah diminta pula untuk segera mengambil langkah-langkah konkret untuk mengatasi gangguan psikologis dan mental peserta didik usia anak akibat penyelenggaraan UN.
Posted by Dio Cesar Alfananda at 04.46 0 comments